Beranda | Artikel
Kelompok Yang Menyimpang Dalam Meyakini Sifat-Sifat Allah
Selasa, 25 Agustus 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Muhammad Nur Ihsan

Kelompok Yang Menyimpang Dalam Meyakini Sifat-Sifat Allah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Syarah Aqidah Thahawiyah karya Imam Ath-Thahawi Rahimahullah. Kajian ini disampaikan pada Jum’at, 24 Dzul Hijjah 1441 H / 21 Agustus 2020 M.

Status Program Kajian Kitab Syarah Aqidah Thahawiyah

Status program Kajian Syarah Aqidah Thahawiyah: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Jum`at pagi, pukul 06:00 - 07:30 WIB.

Download kajian sebelumnya: Aqidah Ahlus Sunnah Mengingkari Sekte Sesat Dalam Islam

Kajian Tentang Kelompok Yang Menyimpang Dalam Meyakini Sifat-Sifat Allah

Pembahasan yang terakhir yang kita jelaskan yaitu permasalahan yang berkaitan dengan pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari ajaran Islam, dari sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sikap yang berlebihan (ghuluw) dan sikap meremehkan, kemudian antara tasybih dengan ta’thil,  antara Jabariyyah yang mengatakan manusia terpaksa dengan Qadariyyah yang mengatakan manusia menciptakan perbuatannya, antara merasa aman dan merasa pesimis.

Setelah itu Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahwi Rahimahullah mmemberikan kata penutup yang mengatakan bahwa ini adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang diyakini Imam Ahlus Sunnah. Kemudian setelah beliau menyebutkan diantara pemikiran-pemikiran yang kontradiktif tadi, beliau menyebutkan:

فهذا ديننا واعتقادنا ظاهراً وباطناً، ونحن برآء إلى الله تعالى من كل مَن خالف الذي ذكرناه وبينّاه، ونسأل الله تعالى أن يثبتنا على الإيمان، ويختم لنا به، ويعصمنا من الأهواء المختلفة، والآراء المتفرقة، والمذاهب الرديئة، مثل: المشبهة، والمعتزلة، والجهمية، والجبرية، والقدرية.. وغيرهم من الذين خالفوا الجماعة، وحالفوا الضلالة، ونحن منهم براء، وهم عندنا ضُلَّال وأردياء، وبالله العصمة والتوفيق

“Inilah agama dan aqidah kami secara dzahir dan batin. Dan kami berlepas diri dari orang-orang yang menyelisihi aqidah yang telah kami sebutkan dan kami jelaskan. Kami memohon kepada Allah Ta’ala, semoga Allah menetapkan kami diatas iman dan mengakhiri kehidupan kami dengan iman. Dan semoga Allah menyelamatkan kami dari hawa nafsu yang bermacam-macam dan pemikiran yang beraneka ragam, dan madzhab-madzhab yang celaka seperti: Al-Musyabbihah, Mu’tazilah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Qadariyyah dan selain mereka dari kalangan orang-orang yang menyelisihi sunnah dan jama’ah dan yang terjatuh dalam kesesatan. Kami berlepas diri dari mereka dan mereka menurut kami adalah orang-orang yang telah sesat dan orang-orang yang telah celaka. Allah tempat bergantung dan memohon taufik.”

Jadi setelah Imam Abu Ja’far Ath-Thahwi menjelaskan dari awal sampai pembahasan sebelumnya, kemudian beliau memberikan pernyataan bahwa apa yang telah beliau jelaskan dari aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, itulah aqidah beliau, itulah keyakinan beliau dzahir dan batin, karena itulah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Kendati secara umum dan mayoritas yang dijelaskan oleh beliau sesuai dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tapi ada dua catatan yang dijelaskan oleh para ulama, dan ini kita sampaikan bahwa Al-Haq yang tentunya menjadi pilihan utama kita. Kita juga ingin menjelaskan bahwa siapapun bisa salah dan keliru. Akan tetapi sebagian kekeliruan tersebut tidak mempengruhi aqidah dan keyakinannya. Karena apabila seseorang beraqidah benar, bermanhaj benar, maka kalimat-kalimat yang mungkin multi penafsiran secara umum tentunya kita pahami sesuai dengan prinsip dasar dia di dalam beragama yang berjalan di atas kebenaran dan sunnah tadi. Berbeda tentunya kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Ahlul Bid’ah, tetunya kita pahami sesuai dengan prinsip dasar dan pola pikir serta konsep pemikiran dia.

Ada kurang lebih dua catatan yang di jelaskanlah para ulama. Pertama tatkala beliau menjelaskan tentang “Maha Suci Allah dari batas-batas dan ujung akhir” kalimat-kalimat yang seperti ini tentunya kalimat yang tidak diucapkan oleh ulama Salaf dalam menjelaskan aqidah. Karena aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam menjelaskan masalah sifat, yaitu bahwa seluruh sifat kesempurnaan itu dirinci. Maka kita mendapatkan begitu banyak di dalam Al-Qur’an dan sunnah rincian penjelasan tentang sifat dan nama Allah, satu per satu disebutkan. Karena itu akan lebih menjelaskan kesempurnaan yang mutlak yang dimiliki oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Berbeda halnya dengan masalah menafikan sifat-sifat yang tercela dari Allah, itu disebutkan secara umum, tidak dirinci. Allah tidak begini, begini dan seterusnya. Sebagaimana Ahlul Kalam mengatakan bahwa Allah tidak di atas, tidak di bawah, tidak di dalam, tidak di luar, tidak memiliki perangkat anggota badan dan seterusnya, itu bukan istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam menjelaskan masalah aqidah, terutama dalam masalah sifat.

Jadi secara umum. Sebagaimana kata Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾

Tidak ada satupun yang serupa dengan Allah.” (QS. Al-Ikhlas[112]: 4)

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

Tidak ada sesuatu yang serupa dengan Allah.” (QS. Asy-Syura[42]: 11)

Jadi seluruh bentuk permisalan yang dipersepsikan bagi Allah, maka semua tidak benar. Cukup tidak dirinci. Berbeda dengan Ahlul Kalam, dalam menafikan sesuatu mereka rinci, tidak begini, tidak begitu, tidak memiliki ini, tidak memiliki itu, dan seterusnya. Yang intinya mereka ingin mengingkari sifat kesempurnaan. Ini satu catatan yang dijelaskan oleh sebagian ulama.

Kemudian juga tentang masalah iman. Yaitu tatkala beliau menyebutkan:

وَالْإِيمَانُ: هُوَ الْإِقْرَارُ بِاللِّسَانِ، وَالتَّصْدِيقُ بِالْجَنَانِ.

“mengucapkan dengan lisan dan meyakini dengan hati”. Tidak disebutkan di sini:

وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ

“amal dengan anggota badan”

Jadi membatasi tentang masalah mengucapkan dengan lisan dan juga meyakini dengan hati. Ini ada sedikit catatan bahwa yang masyhur di kalangan Ahlus Sunnah, iman tersebut yaitu meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan melakukan dengan anggota badan dan amal adalah bagian dari keimanan.

Itu catatan ringan, kendati bila kita kembali kepada prinsip dasar aqidah Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Rahimahullah, maka sesungguhnya bisa dipahami dengan makna yang benar. Karena maksud beliau bahwa Allah tidak diliputi oleh enam arah, bukan mengingkari keberadaan Allah di atas ‘Arsy sebagaimana aqidah Jahmiyyah. karena dalam kitab yang sama beliau menjelaskan bahwa Allah di atas ‘Arsy dan di atas seluruh makhlukNya.

Ini adalah dua catatan ringan tentang aqidah Ath-Thahawiyah. Selebihnya aqidah yang sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Lalu kata beliau: “Kami (Ahlus Sunnah) berlepas diri kepada Allah dari orang-orang yang menyelisi apa yang telah kami jelaskan dan telah kami sebutkan.” Jadi barangsiapa yang menisbatkan kepada Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi aqidah selain apa yang telah beliau jelaskan dalam aqidah ini, maka ini jelas merupakan kedustaan dan beliau berlepas diri dari hal itu.

Akan tetapi yang perlu menjadi catatan bahwa Ahlul Kalam mengambil dua catatan ringan tadi dari perkataan Imam Abu Ja’far  Ath-Thahawi kemudian dinisbatkan kepada Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi bahwa Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi kata mereka mengingkari keberadaan Allah di atas ‘Arsy. Mereka mengatakan bahwa ‘Arsy adalah tempat dan Allah tidak diliputi oleh tempat. Maka muncul pernyataan mereka bahwa Allah ada tanpa tempat. Dan maksud perkataan mereka “tanpa tempat” yaitu mengingkari ketinggian Allah.

Jangan sampai kita terkecoh dan tertipu dengan perkataan sebagian orang yang mengatakan “Allah ada tanpa tempat”. Ini mereka bermain dengan kata-kata untuk melakukan penipuan dan penglabuhan untuk membodohi orang-orang awam.

Jadi sering Ahlul Kalam menggunakan perkataan Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi. Mereka berkata: “Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi mengatakan bahwa Allah tidak dilingkupi oleh arah yang enam sebagaimana semua makhluk diliputi oleh arah tersebut. Tidak di depan, tidak di belakang, tidak di kanan, tidak di kiri, tidak di atas, tidak di bawah.” Tujuan mereka adalah mengingkari ketinggian Allah. Itu yang diinginkan, ini adalah aqidah Jahmiyyah. Padahal bukan itu yang dimaksud oleh Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi. Karena dalam pernyataan beliau dalam kitab aqidah yang sama beliau mengatakan: Allah meliputi segala sesuatu dan di atas segala sesuatu.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajiannya.

Download MP3 Kajiannya

Untuk mp3 kajian yang lain: silahkan kunjungi mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48918-kelompok-yang-menyimpang-dalam-meyakini-sifat-sifat-allah/